Skip to content

Set Your Goal: Webinar Ph.D in Germany

Pada Hari Minggu, 7 Juli 2024, PPI Jerman, melalui Departemen Kepemudaan dan Pendidikan, berhasil mengadakan webinar Ph.D in Germany, yang merupakan webinar terakhir dari rangkaian program webinar Set Your Goal. Seri webinar ini bertujuan untuk meningkatkan daya minat pelajar Indonesia untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Jerman. Khusus pada pertemuan kali ini, PPI Jerman mengundang dua narasumber yang merupakan mahasiswa doktoral di kampus kenamaan Jerman, menceritakan perjalanan akademik masing-masing dalam menempuh pendidikan Ph.D (S-3) di Jerman, serta menjawab pertanyaan dari peserta di ruangan Zoom. 

Dua narasumber yang diundang untuk menjadi pemateri dalam webinar ini adalah Desy Hariyati, mahasiswi doktoral di University of Potsdam, yang juga merupakan dosen di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, dan Razan Dyas Wibowo, mahasiswa doktoral di Ludwig-Maximilians-Universität Munich. Ada pun pemantik dari sesi diskusi adalah Muhammad Nur Ar Royyan Mas, Wakil Sekretaris Jenderal PPI Jerman.

Sesi webinar terlebih dahulu dibuka dengan sambutan oleh Muhammad Rafi Taqiyyuddiin, Sekretaris Jenderal PPI Jerman, yang menyampaikan apresiasinya terhadap rangkaian program Set Your Goal, serta salamnya kepada kedua narasumber. 

Penyampaian materi terlebih dahulu dibuka oleh Desy Hariyati. Dalam presentasinya, beliau menceritakan alasan utama mengapa beliau memilih Jerman menjadi destinasi melanjutkan pendidikan S-3. Desy sudah tidak asing dengan kehidupan di Jerman, karena sempat menempuh pendidikan S-2 di University of Osnabrück, yang kebetulan menjadi kota kelahiran anak pertamanya. Selain itu, beliau juga menunjukkan data mahasiswa internasional di Jerman, yang didominasi oleh pelajar dari Tiongkok, dengan kisaran 40 ribu mahasiswa, disusul India dengan 28 ribu mahasiswa, lalu Siria, Iran, dan beberapa negara tetangga di Uni Eropa. Namun sayang, mahasiswa dari ASEAN belum mendominasi angka mahasiswa internasional di Jerman. Menurut Desy, negara-negara di ASEAN memiliki potensi besar untuk mengirimkan pelajarnya menempuh pendidikan tinggi di Jerman. 

Selain alasan di atas, Desy juga merasakan manfaat dari pendidikan gratis di Jerman. Tidak hanya untuk dirinya sendiri, namun juga untuk suami, dan anak-anaknya. Pendidikan di Jerman gratis mulai dari jenjang Kindergarten (taman kanak-kanak) hingga perguruan tinggi. Selain gratis, masing-masing anak di Jerman juga mendapatkan Kindergeld (uang anak), bernilai sekitar 250€ per bulannya. 

Dari segi teknis bidang studi yang ditempuh Desy, Jerman merupakan rumah bagi pemikir hebat, seperti Max Weber. Salah satu teori kenamaan filsuf Jerman tersebut adalah ‘Weberian Bureaucracy’. Selain ilmuwan dan akademisi di Jerman, Desy menekankan bahwa pendidikan S-3 harus ditempuh dengan pendamping yang memiliki minat terhadap bidang yang kita dalami. Beliau menceritakan perjalanannya mencari dosen pendamping. Desy baru berhasil mendapatkan dosen pendamping di orang ketujuh yang ia hubungi melalui surel. 

Dalam menuju ke pendidikan S-3, ada dua metode yang dijelaskan oleh Desy, yaitu jalur tradisional dan jalur kontrak kerja (working contract). Menempuh pendidikan S-3 jalur tradisional, seperti yang sedang ditempuh oleh Desy sendiri, memberikan waktu yang fleksibel bagi mahasiswa, dan biasanya, mahasiswa akan mencari pendanaan dari penyalur beasiswa untuk membiayai biaya kuliah, riset, dan kehidupan sehari-hari. Desy menekankan banyaknya organisasi penyalur beasiswa, tidak terbatas pada DAAD saja. Instansi penyalur beasiswa yang dapat dicoba calon mahasiswa meliputi LPDP, DIKTI, KAAD (Katholischer Akademischer Ausländerdienst), Avicenna Studienwerk Osnabrück, dan juga Stiftung (foundation, yayasan) yang bersifat partisan seperti Heinrich-Böll-Stiftung, Konrad-Adenauer-Stiftung, Friedrich-Ebert-Stiftung, etc. 

Selain membeberkan opsi beasiswa yang dapat dicoba calon mahasiswa, Desy juga menyampaikan tips dalam penulisan motivation letter (surat motivasi). Kebanyakan calon mahasiswa, terjebak dalam menceritakan dirinya sendiri, yang jatuhnya seperti menulis autobiografi. Desy menekankan pentingnya menulis pencapaian diri, disambungkan dengan bidang riset yang akan kita tempuh. 

Hal penting lain dalam aplikasi S-3 adalah proposal. Dalam mendapatkan dosen pembimbing untuk pendidikan S-3, Desy menyiapkan proposal singkat tiga halaman, sebelum akhirnya membuat proposal yang lebih komprehensif setelah mendapatkan tanggapan dari kandidat dosen pembimbing. 

Di luar kehidupan akademiknya, Desy juga menceritakan kehidupan pribadinya sebagai seorang istri dan ibu dari tiga anak. Manajemen waktu menjadi hal yang krusial bagi dirinya dan suami. Bagi Desy, penting untuk membangun tim dengan pasangan. Untuk membantu kegiatan sehari-hari, Desy senang membuat catatan dalam sticky notes, berbeda dengan suami yang senang membuat catatan secara digital di tablet. Sebagai seorang dosen, beliau yakin, masing-masing mahasiswa memiliki style kerja masing-masing. 

Berbeda dengan Desy yang menempuh pendidikan S-3 melalui jalur ‘tradisional’, Razan Dyas Wibowo menempuh pendidikan S-3 melalui kontrak kerja. Sebelum menempuh pendidikan S-3 di Munich, Dyas terlebih dahulu menyelesaikan pendidikan S-1 jurusan Psikologi di Ruhr-Universität Bochum, dan juga menyelesaikan pendidikan S-2 jurusan Kesehatan Masyarakat (public health) di Ludwig-Maximilians Universität Munich. Setelah menyelesaikan pendidikan di Munich, Dyas sempat berkarier di dunia industri, sebelum menemukan lowongan untuk Ph.D di saat pandemi Covid-19 tengah melanda. 

Alasan finansial merupakan alasan utama Dyas mengambil lowongan tersebut. Dyas menceritakan bahwa pandemi Covid-19 memiliki impact yang cukup besar bagi dunia industri. Jam kerja yang berkurang menyebabkan pendapatan kala itu menurun. Tawaran untuk melanjutkan pendidikan S-3 justru datang dari atasannya. Kendati begitu, Dyas mengaku butuh waktu lama dalam mengambil tawaran untuk melanjutkan pendidikan S-3 tersebut. Hal itu disebabkan beliau terlebih dulu mencoba menjawab pertanyaan “apakah saya benar-benar butuh Ph.D?”, disamping beliau juga berkonsultasi dengan orang tua, pasangan, dan orang-orang terdekat. Dyas menceritakan orang tuanya mengajarkannya untuk “menyelesaikan apa yang telah kamu mulai.” Dukungan orang tua serta orang-orang terdekat menjadi faktor penting menurut Dyas untuk meneruskan pendidikannya. 

Dyas, yang menempuh pendidikan di bawah naungan Munich Medical Research School, menceritakan persyaratan yang harus disiapkan dalam mengambil tawaran pendidikan S-3 di LMU Munich. Selain working permit (izin kerja) dari institusi terkait, Dyas juga membutuhkan kemampuan berbahasa Jerman, karena tuntutan pekerjaan yang banyak bergesekan dengan industri dan politik Jerman. Tidak ada ketentuan publikasi riset prastudi bagi Dyas.

Setelah pemaparan materi oleh kedua narasumber, para hadirin di ruangan Zoom telah terlebih dahulu membanjiri kolom chat dengan berbagai pertanyaan. Dyas menjawab pertanyaan yang mempersoalkan kewajiban seorang mahasiswa di bawah kontrak kerja. Di bawah kontrak kerja yang dimiliki Dyas, dia berkewajiban untuk melakukan riset dan proyek kerja lainnya, di samping disertasi yang ia kerjakan. Selain itu, Dyas juga mendapat tugas untuk membimbing periset, khususnya dalam bidang statistik. Dyas juga menyampaikan untuk tidak membandingkan bayaran mahasiswa S-3 di bawah kontrak kerja, dengan pegawai yang bekerja di industri. 

Sedangkan Desy menjawab pertanyaan berkaitan dengan teknis visa untuk studi S-3. Selain bukti kemampuan finansial, calon mahasiswa harus memastikan juga apakah keluarga yang akan dibawa ke Jerman masuk ke dalam cakupan sumber pendanaan seperti beasiswa/kontrak kerja yang diberikan. Sedangkan dalam kehidupan berkeluarga, khususnya dalam membesarkan anak di Jerman, Desy menceritakan bahwa anak-anak umumnya tidak membutuhkan waktu lama untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Dalam waktu satu atau bulan saja, anak-anaknya sudah bisa fasih berbahasa Jerman. Berbeda dengan dirinya, yang sempat belajar Bahasa Jerman ketika di Osnabrück melalui Integrationskurs (kursus integrasi) tapi masih memiliki kesulitan. Walaupun begitu, Desy dan suami berpaham untuk berbicara Bahasa Indonesia di rumah, selain karena rencana jangka panjang untuk kembali ke Indonesia, penting juga bagi anak-anak agar dapat bertutur suatu bahasa dengan baik dan benar.

Webinar ‘Ph.D in Germany’ menutup rangkaian seri webinar Set Your Goal, yang diinisiasi oleh Departemen Kepemudaan dan Pendidikan PPI Jerman. Indonesia, yang menjadi negara anggota OECD dengan persentase pemegang gelar Ph.D terendah, memiliki banyak tugas untuk berbenah. Itu lah alasan utama diadakannya webinar khusus membahas pendidikan Ph.D di Jerman. Besar harapan kami, kami dapat meningkatkan minat mahasiswa Indonesia untuk melanjutkan pendidikan S-3 di Jerman. 

Ditulis oleh Muhammad Nur Ar Royyan Mas, Wakil Sekretaris Jenderal PPI Jerman.