Skip to content

Perempuan Indonesia Bersatu Mengukir Masa Depan di Tanah Rantau 

Sumber: Departemen Kepemudaan, Pendidikan dan, Kebudayan PPI Jerman 
dari kiri ke kanan: Muhammad Nur Arroyan Mas (Ketua Umum PPI Jerman 2024/2025), Ibu (Konsul Jenderal Indonesia untuk Republik Federal Jerman di Hamburg), Izdiza Febrine (Kepala Departemen Kepemudaan, Pendidikan dan Kebudayaan), Carissa Laverna (Ketua Acara Women’s Day 2025 

Hamburg, 8 Maret 2025“Perempuan di Dunia Rantau” menjadi tema yang diusung oleh PPI Jerman dalam perayaan Women’s Day yang diselenggarakan pada 8 Maret 2025 di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hamburg. Acara ini mencakup dua agenda utama: talk show, dan pengumuman pemenang lomba reels.

Persiapan acara ini telah dimulai sejak Desember 2024 dengan melibatkan Departemen Kepemudaan, Pendidikan, dan Kebudayaan PPI Jerman, PPI Hamburg, serta KJRI Hamburg. Delegasi pengurus PPI Jerman juga sempat mendiskusikan program Women’s Day bersama Ibu Renata Siagian selaku Konsul Jenderal RI untuk Republik Federal Jerman di Hamburg, dalam audiensi yang diadakan di KJRI Hamburg. 

Berbagai upaya persiapan telah dilakukan demi memastikan acara berjalan sukses dan memberikan dampak yang berarti bagi para peserta yang hadir secara luring maupun daring.

Sumber: Departemen Kepemudaan, Pendidikan dan Kebudayaan 
Ibu Renata Siagian selaku Konsul Jenderal RI untuk Republik Federal Jerman di Hamburg memberikan sambutan pada acara Women’s Day 2025 (8/3)

Talk Show: Kisah Perempuan Indonesia di Eropa

Acara Women’s Day diawali dengan sesi talk show yang dimoderatori oleh Kezia Pemerena Ginting, mahasiswi Bachelor Contemporary Music di SRH Berlin School of Popular Arts. Talk show ini menghadirkan empat perempuan muda Indonesia dengan latar belakang beragam sebagai narasumber: Ratu Az-Zahra Nawang Putri (pelajar Ausbildung di bidang kesehatan “Gesundheits und Pflegeassistenz”), Putri Aprilia Wahyuniati  (mahasiswi kedokteran di Universität Bonn), Cynthia Utami (pengusaha, pemilik Kuali Angek dan Deutsches Bildungsinstitut), dan Sekar Ayu Woro Yunita (peneliti doktoral di Universität Göttingen). 

Talk show ini terbagi dalam dua sesi dengan fokus pembahasan yang berbeda. Sesi pertama membahas tantangan yang dihadapi perempuan Indonesia selama merantau di Jerman, sementara sesi kedua mengangkat pengalaman positif dan pelajaran berharga yang mereka peroleh selama berada di perantauan. 

Dalam menceritakan pengalamannya, Putri menceritakan bahwa keputusannya ke Jerman untuk menempuh studi kedokteran adalah keputusan yang ia buat sendiri. Ia tahu risiko yang ia hadapi, sehingga ia harus mempertanggungjawabkannya. Walaupun perjalanan studinya masih panjang, namun Putri sudah melakukan riset terhadap kesejahteraan dokter di Jerman yang jauh lebih terjamin daripada di Indonesia. Jatuh bangun telah Putri alami, namun ia bersyukur bisa dihubungkan dengan diaspora dan komunitas Indonesia di Bonn, tempat ia tinggal dan menempuh studi. Bagi Putri, memiliki lingkungan yang suportif merupakan kunci agar tidak terjerumus dalam kesedihan kala dilanda homesick atau stres akibat studi.  

Bagi Cynthia, atau yang akrab disapa Kak Icin, perjuangannya di Jerman erat kaitannya dengan perjuangan finansial. Ia menyatakan, ada banyak teman-teman seperjuangannya yang sudah angkat kaki dari Jerman karena berbagai alasan. Kak Icin sendiri meyakini bahwa rezeki Tuhan sudah diatur, selama ia masih diberi kesempatan, ia akan terus memperjuangkannya. Sudah tinggal di Jerman dari 12 tahun yang lalu, Kak Icin menceritakan pengalamannya berpindah tempat kuliah, hingga jerih payahnya membantu penghidupan keluarga di kampung halaman. Ia menceritakan bagaimana dirinya salah satu orang yang tergolong sebagai sandwich generation. Kendati begitu, Kak Icin pantang menyerah. Sebagai puteri suku Minang, ia pantang pulang hingga sukses. Kini, kesibukannya adalah kerja paruh waktu, menjadi konsultan bagi pelajar yang ingin ke Jerman, dan merintis usaha katering masakan Padang. Ia bersyukur karena dapat memenuhi penghidupannya dan adik-adiknya di Indonesia dari berbagai usahanya di Jerman. Berbagai cerita yang disampaikan Kak Icin membuat banyak audiens terenyuh dan tersentuh hatinya.

Sebagai satu-satunya narasumber dengan latar belakang pendidikan Ausbildung dan sempat bekerja sebagai Au Pair, Ratu juga memiliki banyak cerita unik. Ia sempat mendapatkan pengalaman tak mengenakkan dari Gastfamilie-nya, sehingga ia memutuskan untuk pindah ke tuan rumah lainnya. Kini ia melanjutkan pendidikan Ausbildung sebagai asisten perawat di wilayah Hamburg.

Di sisi lain, Sekar, yang kini sedang menjadi asisten proyek riset di Göttingen, juga membawa banyak perspektif segar dari berbagai pengalaman dan pengamatannya selama kuliah dan bekerja, baik di Indonesia maupun di Jerman. Berbicara dari pengalamannya bekerja di Indonesia, ia menyatakan bahwa bidang studinya, kehutanan, masih didominasi oleh laki-laki. Bahkan, beberapa posisi pekerjaan di perhutanan masih mensyaratkan laki-laki sebagai persyaratan pendaftar. Sedangkan di Jerman, ia mendapatkan perlakuan yang berbeda. Dalam aktivitas risetnya, Sekar melakukan riset terhadap hutan-hutan milik perseorangan yang tersebar di berbagai penjuru Jerman. Ia kerap mendapatkan perlakuan diskriminatif dari pemilik hutan dalam proses risetnya. Sejalan juga dengan narasumber lain, Sekar merasakan tantangan dalam berkomunikasi dalam bahasa Jerman. Menyelesaikan studi pasca sarjana dalam bahasa Inggris, Sekar masih terus mempelajari bahasa Jerman di kampusnya. 

Menutup sesi talk show, narasumber memberikan sepatah kata untuk menutup sesi. Putri menekankan untuk terus berjuang terhadap apa yang telah kita mulai. Kak Icin mengingatkan pentingnya mencari informasi kredibel tentang studi di Jerman, dan untuk tidak FOMO (fear of missing out) terhadap tagar #KaburAjaDulu yang sempat ramai diperbincangkan belakangan ini di sosial media. Ratu juga melengkapi dengan mendukung pandangan Kak Icin, bahwa perjuangan di Jerman tidaklah mudah. Ia menceritakan bagaimana pemerintah federal Jerman sempat tidak mengisukan visa bagi calon Azubis selama pandemi. Sedangkan Sekar mengingatkan pentingnya bagi diaspora Indonesia di luar negeri untuk menyadari privilese yang mereka miliki. Ia mengingat kala ia sedang ditempatkan di Tanjung Selor, Kalimantan Utara, yang masih minim akses fasilitas kesehatan, sehingga menyebabkan seorang warga kehilangan nyawa. Ia mengingatkan bahwa masing-masing dari kita memiliki tanggung jawab sosial atas apa yang kita miliki, dan bahwa Indonesia itu sangatlah luas, membentang dari Sabang sampai Merauke, tidak hanya Jakarta dan Jawa saja.

Sumber: KJRI Hamburg
dari kiri ke kanan: Sekar Ayu Woro Yunita, Ratu Az-Zahra Nawang Putri, Cynthia Utami dan Putri Aprilia Wahyuyuniati selaku Narasumber, Kezia Pemerana Ginting selaku Moderator 

Lomba Reels: Mengukir Garis Takdir di Eropa

Acara dilanjutkan dengan pengumuman lomba reels bertema “Mengukir Garis Takdir di Eropa”, yang diselenggarakan secara daring. Andriane Teresa berhasil meraih juara pertama dengan reels yang menggambarkan dualisme realita hidup sebagai seorang pelajar di Jerman. Tampil sebagai juara dua, Kartika Zein, seorang ibu rumah tangga yang merantau ke Jerman karena mendampingi suaminya yang menempuh studi di Jerman, menceritakan kesannya sebagai seorang ibu di negeri perantauan. Walaupun kehidupan di Jerman tidak sempurna, namun baginya, tersedianya fasilitas primer seperti pendidikan gratis bagi anak-anak, serta rendahnya ketimpangan di jerman, merupakan sebuah privilese yang tak dapat ia miliki di Indonesia. 

Disamping dua juara utama, Santi Ananda Sari terpilih sebagai juara favorit setelah berhasil memperoleh 198 likes pada reels karyanya yang diunggah melalui akun Instagram pribadinya. Video Santi memuat berbagai kompilasi video yang menunjukkan kegiatannya selama di Jerman, mulai dari bekerja, sekolah, berorganisasi, dan di sisi lain juga menunjukkan berbagai momen-momen berat yang harus dilaluinya dalam perantauan. 

Sumber: Departemen Kepemudaan, Pendidikan dan Kebudayaan 
Para peserta acara Women’s Day 2025 

Ketua Pelaksana Women’s Day PPI Jerman 2025, Carissa Laverna, menyampaikan harapannya agar acara ini menjadi wadah apresiasi terhadap pencapaian perempuan Indonesia di berbagai bidang, seperti diplomasi, sains dan teknologi, serta kewirausahaan. Bagi Royyan, Ketua Umum PPI Jerman 2024/2025, perayaan hari perempuan sedunia ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran atas perjuangan yang harus dilalui perempuan. Baginya, laki-laki harus terus berusaha untuk memahami kompleksitas perempuan, bersikap suportif terhadap perempuan, serta mendorong terciptanya lingkungan yang nyaman dan aman bagi perempuan di sekitarnya. Sedangkan Bu Renata dalam sambutannya menyambut positif perayaan hari perempuan internasional yang diadakan kedua kalinya di KJRI Hamburg. Ia menyarankan agar Women’s Day dapat dirayakan suatu saat di kota lain, agar dampaknya tidak hanya dirasakan teman-teman di wilayah kerja KJRI Hamburg saja. 

Besar harapan panitia, penyelenggaraan acara ini dapat meningkatkan kesadaran peserta terhadap tantangan yang dihadapi perempuan di perantauan, dan peserta dapat mendorong terciptanya lingkungan yang adil dan setara bagi perempuan, baik itu di Jerman maupun di Indonesia.