Oleh: Sri Tunruang
Air bah itu tak mampu lagi ditahankan
Peluru meminta korban darinya yang memberi makan
Sepatu-Sepatu dengan lars tinggi menginjak mereka yang berteriak
Disaat gelap berdasawarsa menjadi langit bangsa
Mengepal jemari dalam satu tekad
Enam tuntutan menyatukan luapan langkah di jalanan
Sudah terlalu lama
Ketidakadilan merajalela
Hak-Hak dibelenggu tanpa batas waktu
Kebenaran berlumuran darah dibiarkan
Tawa beringas penindasan menggerus terus-menerus
Dan langit berteriak
Cukup
Hentikan
Membayarnya dengan jiwa-jiwa muda
Akankah itu dilupakan semua ?
Ini sudah dua puluh tujuh tahun
Gelap kembali merambang
Membisukan lagu untuk bernyanyi
Membakar lukisan suara nurani
Pembungkaman merayap di leher kekerasan
Teater jadi momok yang harus dihentikan
Enam tuntutan tenggelam dalam arus hilangnya batas nalar
Semesta tengah mengeja asa
Melawan lupa
In memoriam semua korban Mei sembilan delapan
Mengulik tuntutan air bah di jalanan sembilan delapan
Mendekap semangat tersisa
Kera putih siapkan diri
Mengayun tongkat sakti
Seribu tahun terlalu lama !
Karena tak ada yg lebih berharga
Ketimbang memelihara harapan
Pagi hari di Aachen, 21 Mei 2025
Sumber gambar : https://palembang.tribunnews.com/2015/06/06/inikah-sumber-air-bah-di-kisah-nabi-nuh?page=all