Oleh: Alea Caroline
Saat dulu masih duduk di bangku SMA, tidak pernah terpikirkan untuk kuliah ke Jerman. Pikiran awal yang ada di benak hanya adalah, “Belajar bahasa Jerman karena menarik dan beda dengan bahasa asing yang ditawarkan sekolah.” Tetapi itu semua berubah ketika ditanya oleh tanteku saat liburan menuju kelas 12, “Kamu di sekolah belajar bahasa asing apa selain Inggris? Oh Jerman? Ga mau coba aja ke Jerman?”
6 tahun berlalu semenjak pertanyaan itu muncul dan sekarang sudah tahun ke-5 diriku di Jerman. Banyak hal yang berlalu, banyak teman SMAku sudah lulus kuliah dan lanjut ke fase hidup berikutnya sedangkan diriku sendiri masih menempuh pendidikan di Jerman. Tahun pertama dan kedua di Jerman rasanya berat, banyak pergumulan dalam diri yang membuat diriku mempertanyakan apakah aku layak dan benar memilih untuk kuliah di Jerman yang terkenal lama dan tidak mudah, apalagi jurusan yang ditekuni saat ini bukanlah jurusan yang diriku ingin saat masih SMA dulu.
Culture shock ? Itu sudah pasti. Apalagi ini pertama kalinya aku jauh dari keluarga, teman dan yang pastinya harus mampu beradaptasi di negara baru yang tidak bisa memberikan diriku jaminan pasti. Ditambah lagi sekarang aku masuk kuliah dengan jurusan teknik yang lebih dominan pria daripada wanita. Bayangkan betapa kagetnya diriku ketika aku tahu bahwa aku satu-satunya wanita di angkatan itu.
Namun aku menemukan secercah titik harapan mulai tahun ketiga di Jerman. Di saat itu aku sudah pindah kota dan menemukan banyak pengalaman berharga yang aku rasa tidak akan kudapatkan jika aku menetap di Indonesia. Dimulai dengan menari di depan panggung, ikut PPI (lalu jadi ketua), ikut sportfest (diriku yang non-atletik ini tidak akan membayangkan bisa ikut sportfest) dan yang pastinya bertemu orang Indonesia di kota baru yang penuh dengan kehangatan yang diriku rindu. Selain itu, aku mulai merasa nyaman dengan jurusanku dan teman-teman di uni. Itu adalah pengalaman-pengalaman berharga yang tidak akan kutemui di tempat lain.
Pencapaian-pencapaian itu masih jauh dibandingkan dengan orang Indonesia lain yang tinggal di Jerman, tetapi ku anggap sebagai pencapaian-pencapaian diri yang membanggakan karena tidak terpikirkan bahwa aku bisa mencapai itu semua.
Tentunya itu semua tidak dapat kucapai tanpa bantuan orang-orang sekitar yang memberikan dukungan dan dorongan untuk diriku terus berkembang, terutama warga-warga Gießen, Friedberg dan Marburg yang telah memberikan kepercayaan pada diriku saat ini. Aku pun dapat mengerti bahwa banyak pertimbangan yang harus dipikirkan dengan baik dan matang (dan itu bukanlah sebuah langkah yang salah) sebelum memutuskan untuk pindah ke Jerman, diriku sudah memikirkan dengan baik-baik konsekuensi dari pilihanku ini – tetapi jangan lupa:
“Apa salahnya untuk mencoba?”
Untuk semua orang yang membaca ini dan bertanya “Apakah worth-it ke Jerman atau paling tidak ke luar negeri?” akan ku jawab dengan,
“Selama dirimu tahu dan ikhlas menerima konsekuensi pilihan-pilihanmu, selama dirimu bisa menemukan hal-hal positif dalam hidupmu yang baru ini dan bisa menekuninya dengan bijaksana, selama kamu bahagia, kenapa tidak?”
Karena penyesalan akan selalu datang dan tidak ada gunanya untuk dirimu menyesali itu terlalu lama.