Pemerintahan Indonesia sudah menyetujui pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kabupaten Penajam Paser, Provinsi Kalimantan Timur, yang diikat secara hukum dengan Undang – Undang (UU) No. 3 Tahun 2022. Kebijakan ini disambut dengan sikap yang berbeda-beda. Tujuan utama dari pemindahan ibu kota dari Jakarta, yang ialah menuntaskan masalah ketimpangan pembangunan dalam konteks pemerataan pembangunan dan menggeser pusat pertumbuhan dari Pulau Jawa ke, pertama-tama, Kalimantan dan kemudian daerah lainnya, tentu disambut positif. Naskah akademik memaparkan mengenai batas eksploitasi Pulau Jawa untuk memungkinkan kehidupan layak untuk penduduk Pulau Jawa, sebagai pulau yang paling banyak penduduknya di dunia. Di lain sisi, sikap negatif menyoroti apakah perlu ibu kota dipindah untuk menuntaskan permasalahan Pulau Jawa, dan bukankah biaya yang dialokasikan untuk pembangunan ibu kota baru bisa digunakan untuk menuntaskan permasalahan tanah turun di Jakarta dan lain sebagainya. Namun, karena UU sudah disahkan dan konstruksi kawasan sudah dimulai, maka kritik-kritik yang bersikap fundamental jelas terlambat diutarakan.
Maka dari itu, Forum PPIJ berfokus kepada langkah yang selanjutnya akan dijalankan oleh Badan Otorita IKN dan satgas terkait untuk merealisasikan Nusantara dan rencana-rencana strategis lainnya. Akankah perekonomian Kalimantan yang hari ini didominasi oleh sektor primer, misalkan, berubah akibat dampak adanya Nusantara di Kalimantan Timur? sehingga, misalkan, sektor pariwisata maupun industri dalam rangka hilirisasi kemudian berkembang pesat? Apa dampak konkret Nusantara secara tataruang dan ekonomi terhadap Samarinda dan Balikpapan, sebagai dua kota yang lokasinya terdekat? Narasi pengembangan tata ruang seperti apa yang akan menuntun perkembangan daerah Kalimantan Timur, dan pada akhirnya, kota-kota lainnya di Kalimantan? Akankah terjadi perubahan di Selat Makasar? Pertanyaan-pertanyaan yang baru saja diutarakan menuntut rencana strategis yang konkret dari Badan Otorita IKN dalam penentuan kegiatan-kegiatan ekonomi yang akan berwujud di Nusantara dalam konteks ketataruangan.
Presiden Jokowi dalam orasi promosinya mengenai Nusantara berkali-kali memaparkan narasi strategis dari Nusantara, yang pada intinya dalam skala internasional dan nasional bertujuan untuk menunjukan pada dunia kemampuan Indonesia untuk “berani memiliki agenda besar”. Dalam skala regional Nusantara, Presiden Jokowi menekankan mengenai transformasi ketatakotaan Indonesia yang akan dimulai dengan Nusantara, dengan kota pintar dan kota hutan. Birokrasi – dalam hal ini tentu ranah pusat – yang duduk di Nusantara akan bertransformasi menjadi sepenuhnya berbasis digital dan dipermudah, begitu juga dengan teknologi-teknologi pintar lainnya yang akan menjalankan moda transportasi di Nusantara. Forum ini hendak menyoroti lebih lagi mengenai narasi Indonesia 2045 yang memang menjadi bagian dari narasi Nusantara. Bagaimana peran Nusantara dalam pewujudan Indonesia Emas di tahun 2045?
Meskipun Nusantara dibangun di daerah yang relatif “kosong”, di area bekas perhutanan industri, kehadiran Nusantara tetap berdampak kepada Masyarakat Adat yang ternyata bertempat tinggal di dalam kawasan maupun di sekitar kawasan Nusantara, dan juga Kalimantan Timur secara keseluruhan. Perspektif masyarakat tentunya sudah ditampung dalam proses pembuatan UU sesuai kaidah penyusunan UU, namun dialog yang terbuka antara Badan Otorita IKN dan perwakilan masyarakat Kalimantan Timur tetaplah akan memberikan masukan positif terhadap institusi tersebut dalam mengembangkan kawasan Nusantara.
Dari hasil dari Forum PPIJ berupa esai kajian dan pernyataan sikap PPI Jerman ini diharapkan dapat menjadi masukan dan diperhatikan oleh pemerintah Indonesia untuk kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa yang lebih baik.
Berikut adalah dokumentasi acara Forum PPIJ No. 5 :